Jumat, 26 November 2010
Selasa, 04 Mei 2010
Hasil Wawancara dengan TNOL
Beda Rasa, Finding Nadia Mantap di Jalur Rock
Subhan Hardi/ Safari Sidakaton
SOAL rasa dan kesukaan terhadap genre musik, rupanya kelima personil Finding Nadia memiliki perbedaan. Namun, ketika dihadapkan pada urusan mengolah musik. Terlebih ketika mereka dipersatukan bulan April 2008 silam, perbedaan itupun sirna. Asal tahu aja, group band yang beranggotakan Rona (vokal), Deni (drum), Chedz (bass) serta Fanfan dan Rheza (guitar) inipun akhirnya mantap melangkah di jalur musik.Rona yang mantan vokalis Freshmilk menyukai genre punk-melodic. Fanfan menyukai genre screamo yang dipengaruhi oleh band lamanya yaitu My Note To Self. Rheza menyukai genre punk-rock dan beberapa sentuhan grunge yang terinspirasi oleh Nirvana. Chedz menyukai genre pop-punk yang juga diusung band lamanya Black Is Not Enemy dan Deni menyukai genre punk yang enerjik.
"Dengan perbedaan-perbedaan ini maka Finding Nadia sepakat untuk mengambil jalan sendiri yang disebut Teenage Emotional Rock," kata Rona kepada TNOL beberapa waktu lalu.
Genre rock inilah, sambung Rona, saat group band ini dideklarasikan sempat dicecar oleh mahasiswa IPB yang lain. Apalagi rock dilingkungan kampus IPB termasuk aliran musik yang tabu dan belum berkembang.
"Tapi kami bertekad untuk mempersatukan selera musik yang ada di personil kami. Finding Nadia juga menjadi wadah apresiasi musik kami," timpal Chedz.
Dengan tekad itu pula Finding Nadia berhasil meluncurkan album mini yang berjudul A Huge Difference Between Zero and The Number After. Ada 6 lagu di dalam album tersebut diantaranya Zero and The Number After, Melody of Dancing Bullets, Jackal Love Letters dan Paperease.
"Karena masih indie, saat peluncuran album itu kami mencetak 100 keping yang biayanya dari swadaya," ungkap Rheza.
Saat ditanya apa yang akan dilakukan Finding Nadia mengingat persaingan group band yang sangat ketat belakangan ini, dengan santai Chedz menuturkan, Finding Nadia tidak merasa khawatir. Pasalnya, mereka memiliki pangsa pasar yang independen sehingga tetap yakin bisa maju.
"Jadi pesaing kami bukan band - band yang tampil di TV," tegasnya.
Dibentuknya Finding Nadia, sambung Chedz, orientasinya bukan untuk profit tapi lebih mengejar idealisme dalam bermusik. "Jangan karena permintaan pasar idealisme musik kami berubah," paparnya.
Finding Nadia dibentuk berawal dari keempat personil, yakni Rona Jutama Yonanda, Achmad Fauzan Alfansuri a.k.a Fanfan, Rheza Ardiansyah, dan Mohamad Iqbal a.k.a Chedz, saat bertemu di suatu acara kampus IPB. Dari pertemuan itu akhirnya disepakati untuk membentuk band namun belum terpikir nama yang akan dipakai.
Baru beberapa minggu setelahnya, mereka kembali berkumpul dan mulai mendiskusikan nama band yang pas. Maka tercetuslah nama Finding Nadia. Finding Nadia sendiri sebenarnya tidak memiliki makna khusus untuk band ini, tapi nama tersebut dipilih agar mudah diingat oleh orang lain.
Selasa, 04 May 2010 15:12
SOAL rasa dan kesukaan terhadap genre musik, rupanya kelima personil Finding Nadia memiliki perbedaan. Namun, ketika dihadapkan pada urusan mengolah musik. Terlebih ketika mereka dipersatukan bulan April 2008 silam, perbedaan itupun sirna. Asal tahu aja, group band yang beranggotakan Rona (vokal), Deni (drum), Chedz (bass) serta Fanfan dan Rheza (guitar) inipun akhirnya mantap melangkah di jalur musik.Rona yang mantan vokalis Freshmilk menyukai genre punk-melodic. Fanfan menyukai genre screamo yang dipengaruhi oleh band lamanya yaitu My Note To Self. Rheza menyukai genre punk-rock dan beberapa sentuhan grunge yang terinspirasi oleh Nirvana. Chedz menyukai genre pop-punk yang juga diusung band lamanya Black Is Not Enemy dan Deni menyukai genre punk yang enerjik.
"Dengan perbedaan-perbedaan ini maka Finding Nadia sepakat untuk mengambil jalan sendiri yang disebut Teenage Emotional Rock," kata Rona kepada TNOL beberapa waktu lalu.
Genre rock inilah, sambung Rona, saat group band ini dideklarasikan sempat dicecar oleh mahasiswa IPB yang lain. Apalagi rock dilingkungan kampus IPB termasuk aliran musik yang tabu dan belum berkembang.
"Tapi kami bertekad untuk mempersatukan selera musik yang ada di personil kami. Finding Nadia juga menjadi wadah apresiasi musik kami," timpal Chedz.
Dengan tekad itu pula Finding Nadia berhasil meluncurkan album mini yang berjudul A Huge Difference Between Zero and The Number After. Ada 6 lagu di dalam album tersebut diantaranya Zero and The Number After, Melody of Dancing Bullets, Jackal Love Letters dan Paperease.
"Karena masih indie, saat peluncuran album itu kami mencetak 100 keping yang biayanya dari swadaya," ungkap Rheza.
Saat ditanya apa yang akan dilakukan Finding Nadia mengingat persaingan group band yang sangat ketat belakangan ini, dengan santai Chedz menuturkan, Finding Nadia tidak merasa khawatir. Pasalnya, mereka memiliki pangsa pasar yang independen sehingga tetap yakin bisa maju.
"Jadi pesaing kami bukan band - band yang tampil di TV," tegasnya.
Dibentuknya Finding Nadia, sambung Chedz, orientasinya bukan untuk profit tapi lebih mengejar idealisme dalam bermusik. "Jangan karena permintaan pasar idealisme musik kami berubah," paparnya.
Finding Nadia dibentuk berawal dari keempat personil, yakni Rona Jutama Yonanda, Achmad Fauzan Alfansuri a.k.a Fanfan, Rheza Ardiansyah, dan Mohamad Iqbal a.k.a Chedz, saat bertemu di suatu acara kampus IPB. Dari pertemuan itu akhirnya disepakati untuk membentuk band namun belum terpikir nama yang akan dipakai.
Baru beberapa minggu setelahnya, mereka kembali berkumpul dan mulai mendiskusikan nama band yang pas. Maka tercetuslah nama Finding Nadia. Finding Nadia sendiri sebenarnya tidak memiliki makna khusus untuk band ini, tapi nama tersebut dipilih agar mudah diingat oleh orang lain.
Langganan:
Postingan (Atom)