Setelah terbentuk selama kurang lebih 5 bulan, Finding Nadia mulai menunjukkan eksistensinya. Band beranggotakan 5 orang pemuda itu, pada sabtu malam (30/8) tampil di acara "Kota yang Hilang" di Cibinong Billiard Bogor. Tiga lagu unggulan mereka, berhasil dilantunkan dengan sangat ekspresif. Saat ditemui seusai penampilan mereka berakhir, semua personel band yang telah menghasilkan dua buah hits single ini mengaku puas dengan penampilan pertama mereka di hadapan publik, meskipun ada beberapa hal yang perlu dikoreksi. Dalam acara yang diprakarsai oleh Dudunk Enterprise itu, FN tampil berbagi panggung bersama band-band sekelas Full Of Envious, Topi Jerami, Seems Like Yesterday, Hate To Think, Damn Looser, Blasterand, dan band-band lainnya. Finding Nadia yang rencananya tampil sebelum rehat solat maghrib, akhirnya mendapat jatah panggung sekitar pukul 8 malam, tanpa dihadiri 2 awak tetapnya. Gita, sang manager, berhalangan hadir karena harus mengikuti sebuah acara kampus, sedangkan Chetz yang berperan sebagai bassis, digantikan posisinya sementara oleh Roy, karena ia pun harus menghadiri acara kampus di pulau seribu. Penampilan Finding Nadia berlangsung khidmat, dengan diiringi moshing semua personelnya. Rona yang semula pesimis karena ada masalah dengan suaranya, akhirnya berhasil menyanyikan "July Love Letters", "Papercase" dan "Melody of Dancing Bullets" dengan mulus. Pun begitu dengan Rheza (gitar), Van (gitar), Deni (drum) dan Roy (bass), semua personel menghayati penampilannya dan tak ada yang bermain dengan statis.
Setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan. Itulah hal yang mereka sadari saat memperjuangkan penampilan perdananya. Mulai dari hilang kontaknya Roy dengan keempat personel lain karena telepon genggamnya raib bersama dompet dan isinya, hujan yang menghadang perjalanan, hingga adanya polisi yang mendaratkan pukulan di kepala Rona. Kejadian yang mereka sesalkan adalah hadirnya polisi ringan tangan yang seakan dengan mudahnya menghujamkan pukulan ke kepala orang yang tidak mengerti duduk persoalannya. Berawal di sebuah jalan yang padat, motor yang ditumpangi Rona dan Van bermaksud berbelok ke kanan dari pinggir jalan, sehingga harus memotong laju kendaraan yang bergerak ke kiri dengan tersendat-sendat. Di hadapan motornya ada seorang bapak dengan kumis dan seragam coklatnya sedang mengatur lalu lintas, tanpa melarang Rona yang menempuh jalur itu. Namun dengan tiba-tiba, "sang pelindung masyarakat" itu menggedor helm Rona hingga motornya hampir roboh, Rona pun memacu motornya melanjutkan perjalanan tanpa memperpanjang urusan. Harusnya, sebagai pengatur lalu lintas, ia memberi aturan yang jelas bahwa pengguna jalan dilarang memotong arah, bukan menghukum tanpa peringatan sebelumnya.(rhezaardiansyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar